Menjadi Alumni KAMMI yang Terus Menyala Sesuai Potensi Diri


Seorang sahabat, demonstran 98 dulunya, sekarang ahli komunikasi, membuat projek menulis profil 100 alumni KAMMI. Entah kenapa, dari ribuan alumni yang keren-keren, saya kok nyangkut di salah satunya, padahal sebenarnya masih banyak yang jauh kebih layak. Tapi, menarik sih caranya menyusun tulisan, yaitu menggunakan metode riset literatur digital dan juga AI. Setelah kerangka besar tulisan  jadi, baru dikirimkan ke tokoh yang ditulis untuk ditambahkan kondisi kekinian dan juga mungkin koreksi bila ada. Tahniah, bro Ipung. Terima kasih untuk apresiasinya. Berikut ini tulisannya :

SERI ALUMNI KAMMI
Doni Riadi: Guru Berprestasi Se-Kota Semarang Rujukan Nasional
Oleh: Yons Achmad
Saat masih aktif di KAMMI, dirinya bersama kawan-kawan lain mendirikan sebuah lembaga (komunitas) bernama Wedangjae alias Wacana dan Analisis Jurnalisme Empatik. Komunitas. ā€œWedangjaeā€ adalah kumpulan personal-personal yang memiliki karakteristik sebuah komunitas, yaitu keragaman dan juga kesamaan.
Keragaman pemikiran dan disiplin ilmu para pendukungnya dan kesamaan idealisme dalam menjadikan hati atau fitrah sebagai cara pandang didesain untuk menghasilkan sebuah soliditas dan solidaritas komunitas yang akrab.
Wedangjae. Sebuah kumpulan karya jurnalisme yang berangkat dari rasa empatik atau kepedulian mendalam terhadap kondisi lingkungan dan sesama. Ia juga merupakan simbol dari minuman rakyat jelata yang memiliki sifat alami menghangatkan, sehingga wacana dan analisis wedangjae adalah seputar isu yang sedang hangat atau selalu hangat atau menciptakan kehangatan baru dan merupakan ekspresi suara hati rakyat. Tahun 2024, Wedangjae mendapat penghargaan dari Kota Semarang sebagai Ormas Pemberi Layanan Terbaik Kategori Pendidikan.
Komunitas ini awalnya beranggotakan anak-anak KAMMI yang rutin dan aktif menulis kolom atau artikel di media massa. Didirikan sejak tahun 2002 sampai kini jejaring komunitas itu masih ada.
ā€œSekian lama berkiprah di bidang kehumasan, pengabdian masyarakat dan juga kajian strategis di KAMMI, ternyata menghidupkan potensi menulis saya dan teman-teman. Saat ini anggota Wedangjae berasal dari masyarakat umum terutama peminat literasi baca tulisā€, ujarnya.
Sementara, pasca kampus, Doni Riadi, memilih berprofesi menjadi seorang guru di Semarang.
Bagaimana kiprahnya? Kita bisa lihat.
ā€œSaya seorang guru. Terkadang juga murid. Terutama ketika belajar sesuatu, dari siapa saja, apa saja, di mana saja dan kapan saja, sepanjang waktu... sepanjang hayat. Oleh sebab belajar hanya bisa berhenti bila nafas sudah di penghujung ajal,ā€ ungkapnya filosofis.
Sehari-hari mengajar di Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang (SD dan SMP). Di jenjang SMP lembaga yang sama, di SMP Sekolah Alam Ar-Ridho (Sperdo, begitu anak-anak menyebutnya) dirinya adalah guru ekstrakurikuler Fotografi yang diberi nama PhotographX.
Selain itu, juga mengajar ekstrakurikuler menulis dan jurnalistik di berbagai sekolah lain. Berkat ketekunan dirinya, maka hasilnya tak mengecewakan. Guru berprestasi Juara I tingkat Kota Semarang (2018) berhasil diraihnya.
Kini, kita bisa pantau kabar dan perkembangan terbarunya.
ā€œSaya pernah aktif di organisasi guru Ikatan Guru Indonesia (IGI) Semarang. Guru-guru yang berada di IGI dalam kacamata saya adalah guru-guru gila yang penuh semangat dan idealis dalam memperjuangkan pendidikan yang lebih baik di negeri ini. Pun demikian, komunikasi di dalam komunitas penulis muda, Wedangjae, yang lebih dulu saya rintis tetap berusaha saya lakukan,ā€ terangnya.
Konsistensi mengembangkan diri dan orang lain tetap dilakoninya. ā€œSaya termasuk pendiri KKVI (Komunitas Koordinator Virtual Indonesia) yang merupakan wadah alumni guru-guru yang dilatih untuk melek digital oleh SEAMEO/SEAMOLEC (South East Asia of Ministers of Education Organization) dalam program Virtual Coordinator dan kemudian banyak berkiprah saat wabah COVID-19 melanda untuk mempersembahkan pembelajaran daring yang bermutu,ā€ lanjutnya.
Kemudian, berlanjut untuk menguatkan guru-guru dengan menjadi Pendamping/Pengajar Praktik dan Fasilitator di Pendidikan Guru Penggerak Kemendikbudristek untuk kota Banyumas, Kota Jambi, Sragen, Temanggung, dan Wonogiri. Saat ini, ia menjadi Wakil Koordinator Nasional Guru Penggerak. ā€œGuru Penggerak itu didesain sebagai garda depan perubahan dan pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid,ā€ jelasnya.
Di dunia literasi digital, guru yang suka belajar otodidak ini juga telah meraih Google Certified Trainer dan dipercaya menjadi Co-Kapten Belajar.id Kota Semarang. Peran utamanya adalah menghidupkan kultur transformasi pendidikan digital di kalangan pendidik.
Kini, sebagai seorang guru, karya-karyanya masih terus bermunculan di media. Khususnya, refleksi-refleksi pendidikannya. Juga banyak pelatihan dan workshop yang telah digelar baik luring maupun daring, untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
ā€œAda banyak hal dan peristiwa yang telah saya lalui bersama anak-anak dan penggiat pendidikan. Kesempatan berharga belajar bersama mereka membuat pena saya alhamdulillah terus bisa mengalir. Dulu, semboyan saya : "Jadi guru harus bisa menulis!". Sekarang, sudah berubah : "Jadi guru harus bisa membuat buku!" . Leaving a legacy alias mewariskan peradaban, itulah spirit besar yang seharusnya melandasi setiap gerak guru,ā€ ujarnya penuh semangat.
Menurutnya, pendidikan itu akan berpotensi berhasil, ketika telah ada konektivitas atau ikatan tali jiwa antara murid dan guru. Guru yang mendidik dan mengajar sepenuh jiwa bukan sekadar karena kebetulan profesinya guru, bertemu di tengah-tengah dengan kesadaran belajar dari dalam diri siswa, ibarat mendayung perahu bersama di sebuah telaga ilmu yang luas. Jadi, hormati gurumu dan cintai siswamu. Inilah modal dasarnya.
Karena itu, pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana membangunkan jiwa guru dari dalam diri seorang pendidik dan kesadaran belajar dari dalam diri seorang siswa? Dirinya percaya, jawaban atas pertanyaan ini hanya akan didapat seseorang melalui kedekatan dirinya dengan Tuhannya, Rabb semesta sekalian alam.
Mungkin dari renungannya, peristiwa yang dialaminya, mungkin pula dari doa-doanya. Bukan tidak mungkin kemudian Allah membukakan pikiran dan matanya melalui perjumpaan dengan seseorang, wujudnya atau melalui teks kalimat, yang membuatnya tersadar dan lahir seperti baru. Sebab, segala sesuatu soal jiwa dan spirit, itu adalah domain Allah, manusia hanya tahu sedikit saja. Itulah hidayah. Itulah ketundukan.
ā€œJadi pendidikan yang berhasil itu menurut saya, adalah yang berhasil menciptakan ketundukan kepada Sang Pencipta dan tunduk (menghormati) pula kepada sesama umat manusia,ā€ jelasnya penuh hikmah. []

Comments

Popular Posts