Pada status FB, aku sempat melontarkan pertanyaan, ada apa dengan warna hijau pada daun...mengapa kloroplast memilih warna hijau? mengapa hanya tanaman yang mampu menghasilkan oksigen (udara bersih) ?
***
Pada titik-titik tertentu, banyak pertanyaan yang kemudian berhadapan dengan sesuatu yang bernama: ketetapan Allah. Manusia tentu saja tidak mampu dan tidak berada pada domain "Pencipta", sehingga ada banyak hal yang kemudian hanya bisa dijelaskan oleh manusia dalam batasan "dicipta" yaitu mereka-reka: how to (cara kerja ilmiah sebuah ketetapan) dan why (mengapa diciptakan, terutama dalam konteks hikmah dan kemanfaatan).
Dalam kata lain, Sains (ilmu pengetahuan), bisa mengenalkan kita kepada Dzat MAha Pencipta, dan berlaku pula sebaliknya, mengimani Maha Pencipta akan membawa kita pada pengembangan sains.
Pertanyaan tentang hijau daun itu, telah menggiringku kepada sebuah perenungan, sebuah tafakkur alam. Dan kemudian kutemukan jawabannya (versi diriku sendiri, yang dhoif). Jawaban itu ketemukan tidak dalam kondisi menyengaja berdiam diri, menyepi atau menyendiri, melainkan dalam kondisi ramai ditengah riuh rendah suara celoteh murid-muridku dikelas 3 SD.
Ya, sebuah foto pada almanak (kalender) di dinding kelas kelas 3C telah mencuri perhatianku. Bahkan ketika aku bercerita tentang Candi Prambanan kepada mereka, sesungguhnya pikiranku sedang bekerja memproses citra yang masuk sekelebatan, dan pada detik yang kesekian akhirnya menghasilkan ouput alternatif jawaban.
Itu adalah foto yang memuat sebuah pohon besar hijau berlatar langit biru berarak awan putih dan dibawahnya dikitari padi menguning dan jalanan tanah coklat basah. Beberapa petani dengan beragam warna baju mengayuh sepeda onthel diatas jalan tanah itu. Itu adalah foto yang diambil ketika 'golden hours'... ketika intensitas matahari masih bersinar lembut. Itu, ketika pagi mulai menjelang, di sebuah desa antah berantah...
***
Harmonisasi alam
Hijau daun adalah bukti tak terbantahkan dari sebuah kesempurnaan penciptaan. Bahwa pada dasarnya, alam senantiasa HARMONI.
Hijau adalah alternatif warna terbaik bagi tanaman. Sebab Biru, beserta gradasi warnanya telah menjadi warna langit dan lautan. Langit adalah sebuah cermin bagi lautan, dan lautan adalah cermin bagi langit. Di angkasa luar, dimana tiada udara, langit sesungguhnya berwarna hitam gulita, udaralah yang menjadikan warna langit terlihat biru. Langit biru hanya ada di bumi, langit biru tidak ada di bulan, sebab di bulan hampa udara. Kehampaannya itu membuat gulita langit, bahkan sunyi senyap, karena tidak ada suara yang bisa terdengar di lingkungan hampa udara. Suara merdu anak mengaji hanya bisa terdengar di bumi.
Warna coklat, berikut gradasinya telah menjadi warna tanah dan daratan. Coklat muda, coklat tua, abu-abu dan hitam bahkan merah bata, adalah warna tanah. Masing-masing warna tanah mewakili karakteristiknya sendiri-sendiri, dan dari sana, manusia memahami mana tanah yang subur bagi mereka untuk bercocok tanam.
Bagaimana dengan warna cerah? Warna cerah adalah warna milik bunga. Warna cerah bunga akan semakin berkarakter dalam sokongan warna hijau daun-daun...Mawar merah, melatih putih, anggrek ungu , orange tulip, dan ribuan bunga lainnya menjadi nampak indah dalam 'background' hijau tanaman dan perdu. Bahkan tetes embun yang bening tanpa warna pun menjadi bercahaya bertakhta ujung hijau daun.
Hijau pada tumbuhan adalah warna mediasi diantara dua kutub langit dan bumi (tanah). Hijau pada daun masih nampak hijau jika harus dipaksa berlatar langit biru, dan juga jika dilihat dari langit, masih bisa nampak hijau jika dipadankan dengan coklat tanah. Bahkan lebih jauh lagi, gradasi warna hijau memiliki makna sendiri. Hijau muda untuk daun muda atau bakal daun, hijau pekat untuk daun produktif. Daun tua diwakili oleh hijau kekuningan, hingga kecoklatan dan sama sekali menjadi sewarna tanah jika ia telah jatuh ketanah. Tanaman empat musim yang berwarna-warni (daun maple misalnya) pun pada akhirnya akan berwarna tanah ketika ia kemudian telah jatuh berguguran menyatu dengan tanah. Pohon menghormati tanah tempatnya berpijak dengan menyerahkan daun-daun yang telah gugur kepada tanah, untuk menjadi tanah...
Satu-satunya Produsen Oksigen.
Hijau mewakili simbol kehidupan. Memberi efek kesegaran. Jutaan tahun sebelum manusia pertama diturunkan ke bumi, dan sebelum hewan pertama lahir ke bumi, tumbuhan telah lebih dulu bercokol di bumi. Tumbuhan menjadi indikator sebuah lingkungan layak huni. Begitu bumi telah ijo royo-royo, dan langit telah terlihat biru, itu berarti barulah bumi siap menampung makhluk bernama manusia. Sebagaimana namanya, tumbuhan...tumbuh...adalah icon sebuah cikal bakal nafas kehidupan.
Hanya daun yang bisa memproses racun di udara (karbondioksida), sebagai hasil kerja manusia (yang hanya bisa menyampah dan meracuni udara), setelah bereaksi dengan air, menghasilkan karbohidrat dan udara (oksigen) bersih. Kandungan karbohidrat ini, yang kemudian dilahap oleh dua makhluk lainnya, manusia dan hewan sebagai makanan, berikut udara, sebagai fasilitas gratis cuma-cuma dari tanaman. 3 menit saja menutup hidung dari akses udara, manusia sudah berada dititik nadir antara hidup dan mati. Dalam konteks 'kelemahan' ini, mengapa manusia kemudian merasa dirinya sebagai mahkluk paling kuasa atas makhluk lainnya?
Artinya jelas, tumbuhan ditetapkan sebagai satu-satunya penghasil oksigen, adalah sebagai alat kontrol terhadap nafsu keserakahan manusia. Keserakahanlah yang pada dasarnya membawa manusia menuju binasa.
Saya tak bisa membayangkan jika di masa mendatang, saat populasi manusia terus berkembang, lalu tanah-tanah yang tersisa digunakan sebagai pemukiman, industri, jalan, dan lain sebagainya yang intinya menjadikan tumbuhan sebagai makhluk langka. Atau saat pohon terakhir ditebang, dan sungai terakhir kering, maka mungkin manusia akan saling berperang untuk sekedar mendapatkan sehirup dua hirup udara yang sudah dikemas sedemikian rupa dalam kemasan.
Harus ada negara di jalur khatulistiwa, tempat hutan hujan tropis berada (Indonesia contohnya), sebagai pusat kekayaan keragaman hayati dan hewani dunia berada, yang mengalah bertahan menjadi negara bukan industrialis dan tetap pada karateristiknya sebagai negara agraris. HUtan itu mestinya tetap menjadi hutan, sebab begitu godaan industrialis itu dipenuhi maka, hutan-hutan itu akan menjadi musnah, terganti oleh cerobong-cerobong asap pabrik dan emisi karbon pun meningkat pesat tanpa ada kekuatan penetral alaminya, yaitu tumbuhan. Pada saat ini terjdi, mungkin kiamat kecil telah tiba.
Maka, sungguh mulia, mereka yang menanam, atau yang mempertahankan sebuah tanaman hijau agar tetap hidup, karena artinya mereka telah membangun pabrik oksigen di muka bumi. Dalam konteks ini, jujur saya kemudian berkaca-kaca ketika manusia modern atas nama ekspansi tempat tinggal, kemudian menghancurkan pohon terbesar dan tertua di film Avatar, terlebih penghancurannya dengan rudal dan bom, sebagai keterwakilan majunya sains dan teknologi. Bumi tidaklah butuh bom, tapi butuh sebanyak-banyaknya tanaman hijau... Padahal itu hanya dalam film, kenyataan kerusakan yang ada dibumi berkali-kali lipat adanya. sehingga tidak terkatakan kesedihan yang seharusnya hinggap di hati setiap manusia setiap kali mengingat kerusakan ini.
***
Begitu banyak rahasia di muka bumi,
semakin terkuak semakin menguatkan kecintaan Allah kepada manusia,
sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim-Nya menjadi makin tak terbantahkan
"Maka nikmat Kami manalagi yang engkau dustakan?"
(First Posting : 16 Januari 2010)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar